“Besok ibu datang lagi ya, jam 9,” pesan suster di bagian cek ERG Poli Citra RSCM Kirana kepada saya pada Rabu, 2/7. Pesan tersebut disampaikan setelah saya menunggu hampir dua jam pasca cek ERG pada pukul 10.30-an. Dalam hati saya berkata: duh besok kesini lagi! Saya agak berkeberatan disuruh datang lagi keesokan harinya. Tapi kata suster, tak perlu mendaftar online. Langsung saja datang ke lantai 5 untuk mengulang cek ERG-nya.
Selotip, No Lirik, No Kedip-kedip!
Teman-teman sesama odai pasti juga bertanya-tanya. Cek ERG itu apa? Kegunaannya untuk apa? Prosedurnya bagaimana? Nanti saja deh menjawab cek tersebut untuk apa dan apa yang dicek. Prosedurnya dulu karena saya sudah menjalaninya. Jadi sesuai dengan pesan suster pada hari Rabu itu maka pada esok hari (Kamis, 3/7) saya kembali datang ke lantai 5 Poli Citra RSCM Kirana. Jam 9 sesuai pesan dari suster juga. Namun kali ini saya sempatkan eh niatkan untuk membeli kopi dulu. Di lobi RSCM Kirana ada konter salah satu kopi kekinian yang populer dan disitulah saya membeli satu gelas es kopi. Lalu buru-buru menyeruputnya selama perjalanan dari lantai 1 menuju lantai 5 dengan menggunakan lift. Kenapa saya perlu minum kopi?
Lantai 5 Poli Citra RSCM Kirana tampak lebih ramai dari hari Rabu kemarin. Sofa biru yang berjejer di sepanjang koridor dan menempel di dinding poli terlihat sudah ramai diduduki orang. Saya pun menuju ke kursi sofa yang masih kosong dan kebetulan kursinya berada tepat berseberangan dengan ruang ERG. Tak lama, seorang suster melewati saya hendak menuju ke ruang ERG. Langsung saya melapor kepadanya bahwa saya disuruh datang hari ini untuk melakukan cek ulang ERG. Sang suster menanyakan identitas, pergi sebentar ke dalam ruang dan sebentar kemudian segera muncul lagi. Lantas dia menanyakan kepada saya apakah sudah tahu cara pemeriksaan ERG?
Saya bilang kemarin sudah dijelaskan bahwa selama pengecekan, pasien harus menggunakan alat semacam softlens yang dipasang di bola matanya. Pasien dilarang berkedip-kedip, dilarang melirik-lirik, fokus melihat cahaya dalam boks pemeriksaan matanya dan pengecekan ini dilakukan sekitar 5 menit. Oleh suster, jawaban saya ini dianggap sudah paham. Tapi ia menambahkan lebih detail plus bertanya apakah mata saya perih atau sakit? Sepengingat saya kemarin sih tidak perih hanya saja mata terasa pegal dan kaku, juga softlens-nya bolak balik terlepas. Makanya inilah kenapa kemudian saya disuruh melakukan cek ulang ERG hari ini.
Si suster yang hari ini mengatakan kalau nanti akan dikasih obat bius supaya tidak nyeri. Agak kaget saya. “Obat bius? Itu ditetes ya?” Rupanya si suster memahami kekagetan saya? Dan ia pun menjelaskan perihal obat bius ini. Setelah mendapat penjelasannya, saya pun menjadi paham dan lebih tenang. Tapi saya tidak langsung masuk ruang pemeriksaan. Sang suster masuk sebentar ke dalam lalu keluar lagi dengan membawa botol berisi obat tetes. Kemudian obatnya diteteskan pada kedua bola mata saya dan saya harus menunggu sekitar 15 menitan baru lanjut masuk ke ruang pengecekan ERG.
Setelah menunggu 15 menit, masuklah saya ke dalam ruang ERG dan tibalah waktunya untuk kembali melakukan pengecekan ulang. Sebelum memulai pengecekan, saya sudah kuatkan niat untuk tahan melek, tidak melirik-lirik dan tidak berkedip-kedip selama menjalani proses pemeriksaan. “Ayo tahan! Fokus! Pasti bisa!” Tentu saja alasannya supaya bisa lekas selesai dan tidak bolak balik ke RSCM Kirana yang terkenal karena superduper ramai pasiennya.
Saya mengingat persiapan-persiapan yang harus dilakukan sebelum pengecekan dilakukan. Pertama, suster akan membersihkan bagian dahi, bagian kening dekat sudut mata kanan dan kiri. Entah untuk apa namun kemungkinan supaya bagian tersebut bersih sehingga mudah ditempeli alat seperti reseptor atau alat rekam selama pemeriksaan ERG berlangsung. Setelah dibersihkan, bagian itu diberi selotip dan semacam alat “reseptor” ditempel disitu. Suster menyuruh saya mendongakkan kepala dan mata ke atas. Lalu dia meneteskan lagi obat mata. Kalau tak salah ada dua jenis. Setelah dirasa obat tetesnya meresap dan bekerja, softlens pun segera dipasang.
Bentuknya memang mirip softlens tapi lebih kecil dan ada sambungan “kabel tipis” – nya. Oiya, satu mata kita akan ditutup dulu pakai penutup mata mirip kayak trademark-nya Kapten Jack Sparrow di film Pirates of Carribean. Nanti kalau sudah terpasang semuanya, suster membantu mengarahkan kita meletakkan dagu di alatnya. Sebut saja ya alat ERG tadi. Bentuknya mirip seperti alat buat mengecek minus atau plus atau silinder mata. Yang membedakan adalah cara kerjanya. Kalau buat mengecek plus minus silinder, biasanya kita disuruh melihat “orang-orangan sawah” maka di alat ERG kita disuruh “mantengin cahaya kedip-kedip” selama 5 menit tanpa berkedip, melirik kanan kiri. Pokoknya ingat lagi, tahan melek matanya!
Cahaya kedip-kedip ini berwarna putih dan buat saya, jadi mengingatkan lampu kerlap kerlip strobo atau diskotek. Maka tidak heran jika pemeriksaannya dikategorikan tidak mudah. Maksudnya menjalani prosedurnya. Omong-omong soal tak mudah ini, jadi teringat pada hari Rabunya (2/7) saya melihat seorang anak ABG perempuan yang menangis, ia duduk di kursi sofa yang berseberangan dengan ruang cek ERG. Terlihat sang ibu berusaha menghiburnya. Awalnya saya bingung, kenapa kok menangis anak ABG perempuan itu. Belakangan saya tahu dari Bu Yayan (infalan yang menjaga anak saya) kalau anak ABG tersebut menangis karena “cek ERG” juga.
Sedangkan buat saya? Ini yang saya rasa. Ketika menaruh dagu dan alat dinyalakan yang otomatis dalam boks alat langsung muncul cahaya putih kerlap kerlip, rasanya jadi silau. Berusaha fokus jadi bukan perkara mudah. Bahkan selama menjalani prosedur, awalnya iya fokus namun lama-lama malah jadi mikir kemana-mana alias kurang fokus. Memang benar seperti kutipan bijak bahwa menjaga pikiran untuk tetap fokus itu susah. Meminjam salah satu kutipan Dhammapada Buddhis (Dhammapada Syair 35) tentang pikiran yang berbunyi “pikiran itu sangat sukit dikendalikan, ia bergerak cepat, menuju kemana ia mau pergi. Melatih pikiran adalah baik; pikiran yang terkendali akan membawa kebahagiaan.”
Selanjutnya, alat mirip softlens itu bolak-balik copot. Nah saya tak paham kenapa. Tapi setiap kali copot (dan tentu proses pemeriksaannya jadi diulang lagi), suster selalu mengingatkan untuk jangan berkedip, jangan melirik-lirik. Dalam hati sih saya merasa tidak berkedip atau melirik. Tapi ya kenapa tetap saja jatuh atau lepas softlens-nya? Selama pemeriksaan, saya berkali-kali mengingatkan dalam pikiran untuk jangan berkedip dan jangan melirik.
Selanjutnya lagi, emang sih hanya 5 menit. Tetapi buat yang menjalani, selama 5 menit itu ibarat 50 menit alias hampir satu jam. Nggak heran pas pengecekan (apa lagi kalo ditambah pikiran mblayang sehingga tidak fokus) muncul rasa kantuk dan jelas pengaruhnya ke mata. Inilah kenapa pas tiba di RSCM Kirana, saya mampir dulu ke konter kopi. Beli+minum kopi supaya mata tahan melek pas lampu ala dugem menyala-nyala. Bersyukur tidak sia-sia karena sukses juga melakukan cek ulang ERG hari ini. Bayangkan, sudah bela-belain datang pagi (ngongkos), beli kopi (tentu saja pakai uang), bayar ibu yang jaga anak saya (infalan) terus cek ulangnya tidak sesuai ekspektasi. Alamat tantrum deh!
Ketika akhirnya selesai, saya diinfo untuk ke Poli Neuro Oftalmologi 3 minggu kemudian. Tentu yang paling utama adalah kelegaan lantaran telah menjalani cek ERG tersebut. Sekali lagi, terus terang tidak mudah menjalani cek ERG. Lebih-lebih ini kali pertama saya melakukannya. Usai prosedur pemeriksaan, saya segera keluar dari ruangan dan duduk dikursi. Tujuannya supaya stabil dulu. Sebab saya kan diberi obat tetes “bius” supaya tidak perih saat melakukan pengecekan ERG. Kata suster yang memeriksa, saya perlu menunggu kurleb 4 jam-an sampai efek obat tetes nya hilang dulu.
ERG untuk Retina
Apa sih cek ERG ini? Dikutip dari www.mountsinai.org/health-library/tests/electroretinography, ERG yang merupakan kependekan dari electroretinography (elektroretinografi) adalah tes untuk mengukur respons listrik sel-sel mata yang peka terhadap cahaya, yang disebut batang dan kerucut. Sel-sel ini merupakan bagian dari retina (bagian belakang mata).
Alat yang tadi saya sebut sebagai “reseptor” rupanya adalah elektroda tipis atau cakram kecil. Elektroda ini yang nantinya akan menangkap sinyal listrik dari retina pada saat lampu “dugem” dinyalakan. Hasil tangkap dari elektroda ini akan direkam dan ditampilkan pada monitor. Hasil rekam inilah yang akan dianalisis oleh dokter (spesialis mata).
“ERG itu secara sederhana (untuk) melihat retina, untuk tahu apakah masih baik atau tidak,” kata dr Bramantya Wicaksana, SpPD ketika saya menayakannya via WA (Jumat, 4/7).
Dilanjutkannya, pemeriksaan ERG ini untuk pasien-pasien yang mengonsumsi obat secara kronik dan berpotensi merusak retina. Artinya tidak sebatas (obat) Hcq (hidroxychloroquine sulfate). “Selain hcq ya? (Obat-obatan) yang memiliki efek ke mata, ada etambutol (pada obat TB), hmm lainnya apa ya, coba saya ingat-ingat,” kata dok Bram menjelaskan. Sedangkan untuk pemantauannya bervariasi, namun secara umum harus ada pemeriksaan setiap tahun (untuk pasien-pasien yang mengonsumsi obat-obatan yang memiliki efek ke mata). “Kalau setiap tahun kita ulang tahun, maka ingatlah di hari tersebut juga harus ke dokter mata,” pesannya kepada para odai.

Leave a Comment